Friday, November 19, 2010

Abdullah bin Rawahah


Dia adalah Ibnu Tsa’labah bin Imri‘ Al Qais bin Tsa’labah. 
Dia adalah sosok pemimpin yang bahagia dan meninggal sebagai syuhada‘. 
Ia bernama Abu Amr Al Anshari Al Khazraji Al Badri An-Naqib Asy-Sya’ir.
Dia termasuk pejuang perang Badar dan Aqabah. Dia dijuluki Abu Muhammad dan Abu Rawahah. Dia tidak memiliki keturunan. Dia adalah paman Nu’man bin Basyir, termasuk juru tulis dari kaum Anshar.
Nabi SAW pernah mengutusnya bersama pasukan yang terdiri dari tiga puluh pasukan berkuda untuk menemui Usair bin Rizam, seorang pria keturunan Yahudi di Khaibar, dan dia berhasil membunuhnya.
Qutaibah berkata, “Ibnu Rawahah dan Abu Ad-Darda` adalah saudara seibu.”
Abu Ad-Darda` berkata, “Kami pernah bersama Rasulullah SAW dalam sebuah perjalanan pada hari yang sangat panas. Pada waktu itu tidak ada di antara kami yang berpuasa kecuali Rasulullah SAW dan Abdullah bin Rawahah.”
Diriwayatkan dari Ibnu Abu Laila, dia berkata: Ketika seorang pria menikahi mantan istri Ibnu Rawahah, pria itu berkata kepadanya, “Tahukah kamu alasanku menikahimu? Yaitu agar kamu menceritakan kepadaku semua yang dilakukan oleh Abdullah di rumahnya.” Mantan istrinya kemudian menceritakan sesuatu yang aku tidak hafal selain perkataannya, “Setiap kali Abdullah keluar dari rumahnya, dia shalat dua rakaat, dan jika datang dia juga shalat dua rakaat. Dia tidak pernah meninggalkan kebiasaan itu selamanya.”
Ibnu Sirin berkata, “Di antara penyair Rasulullah SAW adalah Abdullah bin Rawahah, Hassan bin Tsabit, dan Ka’ab bin Malik.”
Ada yang mengatakan bahwa ketika Nabi SAW menyiapkan tiga orang pemimpin untuk perang Mu’tah, beliau sempat berkata, “Pemimpinnya adalah Zaid. Jika dia gugur maka diganti oleh Ja’far, dan jika dia juga gugur maka diganti oleh Ibnu Rawahah.” Ketika keduanya terbunuh, Ibnu Rawahah sangat marah, ia berkata,
Aku bersumpah wahai jiwa, kau pasti memasukinya
Baik senang maupun tidak senang
Sudah lama kau merasa tenang
Tapi kenapa aku melihatmu membenci surga
Diriwayatkan dari Anas, dia berkata, “Nabi SAW pernah masuk Makkah untuk meng-qadha umrah. Pada saat itu Ibnu Rawahah yang berada di sampingnya berkata, 
Hadanglah jalan keturunan orang-orang kafir
Hari ini, kami akan menyerang kalian untuk menurunkannya
Dengan serangan yang menghilangkan kesedihan dari penderitaan
Dan membuat teman lupa kepada temannya sendiri
Setelah itu Umar berkata, “Wahai Ibnu Rawahah, di tanah kemuliaan Allah dan di sisi Rasulullah SAW engkau melantunkan syair?!” Nabi SAW bersabda, “Biarkan saja wahai Umar, karena perkataannya ini dapat menembusi tubuh mereka lebih cepat dari melesatnya anak panah.”
Dalam riwayat lain disebutkan, “Demi Dzat yang jiwaku berada di dalam kekuasaan-Nya, perkataannya ini dapat menembus tubuh mereka lebih dahsyat daripada lesatan anak panah.” 
At-Tirmidzi berkata, “Diriwayatkan dalam riwayat lain bahwa Nabi SAW masuk kota Makkah pada waktu peristiwa Umratul Qadha`. Ka’ab juga berkata seperti itu.”
Dia berkata, “Riwayat ini lebih shahih menurut ulama, karena Ibnu Rawahah terbunuh saat perang Mut’ah, sedangkan peristiwa Umratul Qadha terjadi setelahnya.”
Menurut aku, pernyataan itu tidak benar, bahkan perang Mut’ah terjadi enam bulan setelah Umratul Qadha.
Abdul Aziz bin Akhul Majisyun berkata: Kami mendapat kabar bahwa Abdullah bin Rawahah mempunyai seorang budak perempuan yang dirahasiakan dari keluarganya. Pada suatu hari, istrinya melihatnya sedang berduaan dengan wanita tersebut, maka istrinya berkata, “Apakah kamu lebih memilih budak perempuanmu daripada istrimu yang merdeka?” Namun dia kemudian menyangkalnya. Sang istri lalu berkata, “Jika kamu orang yang jujur maka bacalah satu ayat Al Qur`an.”  Abdullah pun berkata,
Aku bersaksi bahwa janji Allah itu benar
Dan neraka adalah tempatnya orang-orang kafir
Mendengar itu, istrinya berkata, “Tambahlah satu ayat lagi!” Dia berkata,
Sesungguhnya Arsy itu terapung di atas air 
dan diatasnya adalah Tuhan semesta alam,
Arsy itu dibawa oleh para malaikat mulia
Malaikat Tuhan yang selalu mendekatkan diri kepada-Nya
Setelah itu sang istri berkata, “Aku beriman kepada Allah dan mendustakan pandangan mataku.” Dia lalu mendatangi Rasulullah SAW dan menceritakan masalah itu kepada beliau hingga membuat beliau tertawa. Beliau tidak menegurnya.
--------------------
ref. siyar alam an-nubala
pustakaazzam.com

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

Silakan isikan komentar dengan bahasan yang santun

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home