Saturday, February 19, 2011

Abdullah bin Mas’ud


Dia adalah Abu Abdurrahman Al Hudzali Al Makki Al Muhajirin Al Badri, pemimpin bani Zuhrah.
Dia sosok imam yang memiliki segudang ilmu dan berpemahaman mendalam.
Dia termasuk salah sahabat yang pertama kali masuk Islam, penghulu para ulama, pejuang perang Badar, sahabat yang melakukan hijrah dua kali, memperoleh harta rampasan pada waktu perang Yarmuk, memiliki banyak keistimewaan, dan banyak meriwayatkan ilmu.
Al A’masy meriwayatkan dari Ibrahim, dia berkata, “Abdullah adalah orang yang lembut dan cerdas.”
Aku berkata, “Dia termasuk ulama yang cerdas.”
Ibnu Al Musayyib berkata, “Aku melihat Ibnu Mas’ud sebagai pria berperut besar dan berlengan kekar.”
Diriwayatkan dari Nuwaifa’ —pembantu Ibnu Mas’ud—, dia berkata, “Abdullah termasuk orang yang selalu berpakaian rapi dan putih, serta selalu memakai minyak wangi.”
Abdullah berkata, “Engkau telah melihat kami menjadi orang keenam dari enam orang dan tidak ada di muka bumi pada saat itu seorang muslim selain kami.”
Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, dia berkata, “Aku pernah menggembala kambing milik Uqbah bin Abu Mu’ith, lalu Rasulullah SAW dan Abu Bakar berpapasan denganku, dan mereka bersabda, ‘Wahai ghulam, apakah ada susu?’ Aku menjawab, ‘Ada, tetapi aku kira tidak cukup’. Beliau bertanya, ‘Apakah ada kambing yang belum pernah kawin?’ Aku lalu mendatangkan kambing jenis itu kepada beliau. Setelah itu beliau mengusap putingnya hingga akhirnya susunya mengalir. Beliau kemudian memerahnya ke dalam sebuah wadah dan meminumnya, lalu memberikan kepada Abu Bakar, lantas bersabda kepada puting itu, ‘Mengecillah!’ Puting itu pun mengecil. Aku pun mendatangi beliau dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, ajarilah aku perkataan seperti itu’. Beliau kemudian mengusap kepalaku seraya bersabda, ‘Semoga Allah merahmatimu karena kamu budak yang terpelajar’.”
Sanad hadits ini shahih dan diriwayatkan oleh Abu Awanah dari Ashim bin Bahdalah. Dalam redaksi haditsnya disebutkan tambahan, “Aku telah belajar langsung dari mulut Rasulullah SAW tujuh puluh surah yang tidak ada seorang pun yang bisa menanding diriku.”
Yahya bin Urwah bin Az-Zubair meriwayatkan dari ayahnya, dia berkata, “Orang yang pertama kali membaca Al Qur`an secara terang-terangan setelah Rasulullah SAW adalah Abdullah bin Mas’ud.”
Diriwayatkan dari Anas, bahwa Nabi SAW mempersaudarakan Az-Zubair dengan Ibnu Mas’ud.
Diriwayatkan dari Abu Al Ahwash, dia berkata: Aku melihat Abu Mas’ud dan Abu Musa —ketika Abdullah bin Mas’ud meninggal—, dan salah seorang dari keduanya berkata kepada temannya, “Apakah kamu melihat masih ada sahabat seperti dia sepeninggal dirinya?” Dia menjawab, “Jika kamu berkata seperti itu berarti ketika kita tidak mendapat restu, dia memperoleh izin, dan dia juga bersaksi ketika kita tidak sedang berada di tempat.”
Al Bukhari dan An-Nasa`i meriwayatkan dari hadits Abu Musa, dia berkata, “Aku dan saudaraku datang dari Yaman, lalu kami tinggal di Hunain dan kami tidak menganggap Ibnu Mas’ud dan ibunya kecuali termasuk keluarga Nabi SAW karena mereka sering keluar-masuk menghadapnya.”
Diriwayatkan dari Abdullah, dia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Wahai Abdullah, izinmu kepadaku adalah jika kamu menghilangkan hijab (penghalang) dan kamu mendengarkan bisikanku hingga aku melarangmu’.” 
Diriwayatkan dari Abdullah, dia berkata, “Ketika firman Allah, لَيْسَ عَلَى الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَعَمِلُوْا الصَّالِحَاتِ جُنَاحٌ  ‘Bukanlah atas orang-orang yang beriman dan beramal shalih itu dosa...’, (Qs. Al Maa`idah [5]: 93) turun, Rasulullah SAW bersabda kepadaku, ‘Kamu termasuk di antara mereka’.”
Diriwayatkan dari Abu Wa‘il, dia berkata, “Aku bersama Hudzaifah, lalu datanglah Ibnu Mas’ud. Hudzaifah berkata, ‘Sesungguhnya orang yang paling menyerupai Rasulullah SAW dalam memberikan petunjuk, jalan, ketetapan, dan khutbahnya, sejak berangkat dari rumah hingga kembali —aku tidak tahu apa yang beliau lakukan terhadap keluarganya— adalah Abdullah bin Mas’ud. Orang-orang yang selalu mengerjakan shalat Tahajud dari kalangan sahabat Nabi tahu bahwa Abdullah adalah orang yang paling dekat wasilahnya di sisi Allah pada Hari Kiamat.”
Diriwayatkan dari Alqamah, dia berkata, “Kami pernah bersama Abdullah, lalu datanglah Khubab bin Al Aritt hingga dia berdiri di depan kami, sementara di tangannya ada cincin dari emas, ia bertanya, ‘Apakah setiap orang membaca seperti yang kamu baca?’ Abdullah berkata, ‘Jika kamu mau, aku akan menyuruh beberapa orang dari mereka untuk membaca’. Dia berkata, ‘Baik’. Ibnu Mas’ud berkata, ‘Bacalah wahai Alqamah!’ Pria itu berkata, ‘Apakah kamu menyuruhnya membaca, padahal dia bukan orang yang paling baik bacaannya?’ Abdullah berkata, ‘Jika kamu mau, aku akan meriwayatkan hadits kepadamu dari Rasulullah SAW tentang kaumnya dan kaummu’. Aku lalu membaca lima puluh ayat dari surah Maryam’. Abdullah berkata, ‘Dia tidak membaca kecuali seperti yang aku baca’. Abdullah lanjut berkata, ‘Mengapa cincin ini tidak kamu lepas?’ Dia lantas melepaskannya dan membuangnya. Dia berkata, ‘Demi Allah, jangan perlihatkan kepadaku selamanya’.”
Diriwayatkan dari Abu Al Ahwash, dia berkata, “Aku pernah mendatangi Abu Musa saat Abdullah dan Abu Mas’ud Al Anshari sedang berada di dekatnya. Mereka kemudian melihat ke mushaf, lalu kami berbincang-bincang sejenak. Setelah Abdullah keluar dan pergi, Abu Mas’ud berkata, ‘Demi Allah, aku tidak tahu Nabi SAW meninggalkan seseorang yang lebih mengetahui Kitabullah daripada pria ini’.”
Diriwayatkan dari Masruq, dia berkata: Abdullah berkata, “Demi jiwaku yang tidak ada tuhan selain-Nya, aku telah belajar langsung dari mulut Rasulullah SAW sekitar tujuh puluh surah. Jika aku mengetahui ada seseorang yang lebih mengetahui Kitabullah daripada diriku, dan bisa dijangkau dengan mengendarai unta, pasti akan aku datangi.”
Diriwayatkan dari Abdullah, bahwa Rasulullah SAW pernah melewati antara Abu Bakar dan Umar, sementara Abdullah ketika itu sedang berdiri shalat. Abdullah kemudian membuka rakaat pertama dengan surah An-Nisaa` yang dibaca secara tartil. Rasulullah SAW lalu bersabda, مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَقْرَأَ الْقُرْآنَ غَضًّا كَمَا أُنْزِلَ فَلْيَقْرَأْ قِرَاءَةَ ابْنِ أُمِّ عَبْدٍ “Barangsiapa yang senang membaca Al Qur`an persis seperti ketika diturunkan, maka dia hendaknya membaca seperti bacaan Ibnu Ummi Abd.” Setelah itu Abdullah berdoa, lantas Rasulullah SAW bersabda, “Mintalah, niscaya kamu diberi.” 
Di antara doa yang dibaca Abdullah ketika itu adalah, اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ إِيْمَانًا لاَ يَرْتَدُّ، وَنَعِيْمًا لاَ يَنْفَدُ، وَمُرَافَقَةَ نِبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي أَعْلَى جِنَانِ الْخُلْدِ “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon keimanan yang kokoh, kenikmatan yang tidak pernah lekang, dan selalu dapat menyertai Nabi-Mu, Muhammad SAW, di surga abadi yang paling tinggi.” 
Umar kemudian mendatangi Abdullah untuk memberinya kabar gembira tentang hal itu. Dia mendapati Abu Bakar telah keluar mendahuluinya, maka dia berkata, “Kamu selalu mendahuluiku dalam kebaikan.”
Diriwayatkan dari Ummu Musa, dia berkata: Aku mendengar Ali berkata, “Rasulullah SAW menyuruh Ibnu Mas’ud, lalu dia memanjat pohon untuk mengambil sesuatu. Ketika para sahabat melihat kaki Abdullah, mereka tertawa lantaran bentuk kakinya yang kecil. Melihat itu, Rasulullah SAW bersabda, ‘Apa yang kalian tertawakan? Sungguh, satu kaki Abdullah lebih berat timbangannya daripada gunung Uhud pada Hari Kiamat’.”
Diriwayatkan dari Abdullah, dia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Aku ridha untuk umatku sebagaimana yang diridhai oleh Ibnu Ummi Abd’.”
Diriwayatkan dari Abdullah, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda kepadaku, “Bacalah Al Qur`an kepadaku!” Aku kemudian berkata, “Wahai Rasulullah, haruskah aku membacakan Al Qur`an kepadamu, sedangkan                   Al Qur`an diturunkan kepadamu?!” Beliau menjawab, “Aku sangat                         ingin mendengarkan bacaan Al Qur`an dari orang lain.” Aku lalu               membacakan surah An-Nisaa` hingga sampai pada firman Allah,  “Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu).” (Qs. An-Nisaa` [4]: 41) Setelah itu beliau menyenggolku dengan kakinya, dan ternyata kedua matanya meneteskan air mata.
Ketika Amr bin Al Ash sakit hingga membuat tubuhnya gemetar, dia ditanya, “Bukankah dulu Rasulullah SAW dekat denganmu dan mengangkatmu sebagai pemimpin?” Dia menjawab, “Demi Allah, aku tidak tahu arti perlakuan beliau terhadapku, cinta atau hanya untuk meluluhkanku? Tetapi aku bersaksi atas dua orang sahabat yang ketika beliau meninggal masih dalam keadaan mencintai keduanya, yaitu Ibnu Ummi Abd dan Ibnu Sumayyah.”
Diriwayatkan dari Alqamah, dia berkata, “Abdullah menyerupai Nabi SAW dalam petunjuk, penjelasan, dan kesabarannya.”
Sedangkan Alqamah menyerupai Abdullah.
Diriwayatkan dari Haritsah bin Mudharrib, dia berkata, “Umar bin Khathtab pernah menulis surat kepada penduduk Kufah yang isinya antara lain: ‘Sesungguhnya aku telah mengutus kepada kalian Ammar sebagai amir dan Ibnu Mas’ud sebagai pemimpin dan menteri. Keduanya termasuk orang-orang pilihan dari kalangan sahabat Muhammad dan pejuang perang Badar. Oleh karena itu, dengarkan dan taatilah mereka! Aku juga lebih mengutamakan Abdullah atas kalian daripada diriku sendiri.”
Diriwayatkan dari Khumair bin Malik, dia berkata, “Para sahabat pernah diperintahkan merubah mushaf-mushaf. Ibnu Mas’ud lalu berkata, ‘Barangsiapa di antara kalian bisa mempertahankan mushafnya maka pertahankan, karena siapa yang bisa mempertahankan sesuatu, maka itu akan dibawa pada Hari Kiamat’. Kemudian dia berkata lagi, ‘Aku telah belajar langsung dari mulut Rasulullah sAW sebanyak tujuh puluh surah. Haruskah aku meninggalkan apa yang aku pelajari dari mulut beliau langsung?’.”
Az-Zuhri berkata, “Sampai kepadaku berita bahwa perkataan itu merupakan perkataan Ibnu Mas’ud yang tidak disukai oleh para sahabat.”
Menurut aku, pada saat itu Ibnu Mas’ud menghadapi masa-masa sulit, karena Utsman tidak menyuruhnya menulis mushaf, melainkan lebih mendahulukan sahabat yang lebih pantas menjadi anaknya. Utsman memilihnya karena pada saat itu dia sedang pergi ke Kufah dan karena Zaid menuliskan wahyu Rasulullah SAW, serta dia tangkas dalam menulis, sedangkan Ibnu Mas’ud tangkas dalam pelaksanaan. Selain itu, Zaid bin Tsabit adalah sahabat yang disuruh oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq untuk menulis mushaf dan mengumpulkan Al Qur`an, mungkinkah dia mencela Abu Bakar? 
Menurut satu riwayat, Ibnu Mas’ud RA adalah pengikut Utsman dan dalam mushaf Ibnu Mas’ud ada sesuatu yang menurutku telah dihapus. Sementara itu Zaid merupakan sahabat termuda yang diperlihatkan akhirat oleh Nabi SAW pada saat beliau meninggal melalui malaikat Jibril.
Diriwayatkan dari Zaid bin Wahab, dia berkata, “Ketika Utsman memanggil Ibnu Mas’ud dan menyuruhnya pergi ke Madinah, orang-orang berkumpul kepadanya dan berkata, ‘Tinggallah dan jangan kembali lagi! Kami hanya ingin mencegah sesuatu yang tidak diinginkan terjadi pada dirimu’. Mendengar itu, dia berkata, ‘Aku sebenarnya harus taat kepadanya, karena hal itu akan menjadi perintah dan fitnah. Aku tidak senang menjadi orang yang pertama kali membuka fitnah tersebut’. Orang-orang lalu menolak dan memberontak kepadanya.”
Diriwayatkan dari Abdullah, dia berkata, “Jika kami belajar sepuluh ayat dari Nabi, maka kami tidak belajar sepuluh ayat yang diturunkan berikutnya hingga kita mengetahui apa yang ada di dalamnya, yaitu ilmu.”
Diriwayatkan dari Abu Al Bukhturi, dia berkata, “Ali ditanya tentang Ibnu Mas’ud,  lalu dia menjawab, ‘Dia pandai membaca Al Qur`an, orang-orang belajar kepadanya dan dicukupi olehnya’.” 
Diriwayatkan dari jalur periwayatan lain, dari Ali, dan dalam redaksinya dia menyebutkan, “...dan dia mengetahui Sunnah.” 
Diriwayatkan dari Zaid bin Wahab, dia berkata, “Aku pernah duduk bersama Umar bin Khaththab, tiba-tiba Ibnu Mas’ud datang, dan hampir saja orang-orang yang duduk menyamai ketinggiannya lantaran tubuhnya yang pendek. Ketika melihatnya, Umar langsung tertawa lantas berbicara kepadanya yang ketika itu terlihat gembira dan mencandainya, sementara Ibnu Mas’ud dalam keadaan berdiri. Umar kemudian mengikutinya dengan pandangannya hingga sama tinggi, lalu dia berkata, ‘Wadah yang kecil tapi penuh dengan ilmu’.”
Diriwayatkan dari Abu Wa‘il, bahwa Ibnu Mas’ud pernah melihat seorang pria memakai kain hingga menyentuh tanah, maka Ibnu Mas’ud berkata, “Tinggikan kainmu!” Dia berkata, “Kamu sendiri wahai Ibnu Mas’ud, tinggikan kainmu!” Ibnu Mas’ud lalu berkata, “Kakiku pendek, sedangkan aku memimpin manusia.” Ketika hal itu sampai kepada Umar, dia memukul pria itu lantas berkata, “Apakah kamu membantah Ibnu Mas’ud?”
Diriwayatkan dari Abu Amr Asy-Syaibani, bahwa Abu Musa pernah diminta untuk berfatwa tentang masalah faraidh (pembagian warisan), lalu dia melakukan kesalahan, hingga Ibnu Mas’ud menentangnya, sampai-sampai Abu Musa angkat bicara, “Kalian tidak perlu bertanya kepada diriku tentang suatu permasalahan selama sahabat yang cerdas ini masih ada di tengah-tengah kalian.”
Diriwayatkan dari Masruq, dia berkata, “Aku menyeleksi para sahabat Rasulullah SAW, sehingga aku mendapati ilmu mereka berakhir pada enam orang, yaitu Ali, Umar, Abdullah, Zaid, Abu Ad-Darda`, dan Ubai. Dari keenam sahabat tersebut aku seleksi lagi hingga menjadi dua, lalu aku mendapati ilmu mereka berakhir pada Ali dan Abdullah.”
Diriwayatkan dari Masruq, dia berkata: Suatu hari Abdullah menceritakan kepada kami, dia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Beliau gemetar hingga bajunya ikut gemetar.’ Selanjutnya beliau bersabda seperti itu atau serupa dengan itu.”
Diriwayatkan dari Aun bin Abdullah, dari saudaranya Ubaidullah, dia berkata, “Jika angin bertiup tenang, Abdullah bangun malam sehingga aku mendengar suara mendawai-dawai seperti dawaian pohon kurma.”
Diriwayatkan dari Al Qasim bin Abdurrahman, bahwa Ibnu Mas’ud pernah berkata dalam doanya, “Ya Allah, jadikan aku orang yang takut dan selalu mencari pahala, bertobat, memohon ampun, senang dan takut kepada-Mu.”
Abdullah bin Mas’ud berkata, “Seandainya aku diciptakan dari keturunan anjing, tentu aku malu menjadi anjing. Aku benar-benar benci melihat orang menganggur tanpa pekerjaan, baik untuk urusan dunia maupun akhirat.”
Abdullah berkata, “Barangsiapa menginginkan akhirat maka dia akan diuji dengan dunia, dan barangsiapa menginginkan dunia maka dia akan diuji dengan akhirat. Wahai kaumku, carilah sesuatu yang rusak (hancur) untuk mendapatkan yang abadi.”
Menurut aku, Ibnu Mas’ud pernah menghadap Utsman, dan dalam perjalanannya ke Zabadzah104 dia menyaksikan penguburan jenazah Abu Dzar dan dia turut menshalatinya.
Abu Dzabiyah berkata, “Ketika Abdullah sakit, Utsman datang menjenguknya dan berkata, ‘Apa yang kamu keluhkan?’ Abdullah menjawab, ‘Dosa-dosaku’. Utsman berkata, ‘Apa yang kamu inginkan?’ Dia menjawab, ‘Rahmat Tuhanku’. Dia berkata lagi, ‘Bukankah aku telah menyuruhmu pergi ke dokter?’ Dia menjawab, ‘Dokter justru menyakitiku’. Utsman berkata, ‘Maukah kamu aku beri sesuatu?’ Abdullah menjawab, ‘Aku tidak membutuhkannya’.”
Ibnu Mas’ud wafat di Madinah dan dikubur di Baqi’ pada tahun 32 Hijriyah dalam usia 63 tahun.

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

Silakan isikan komentar dengan bahasan yang santun

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home